1.
SEJARAH SINGKAT
Cacing tanah
termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk
kelas Oligochaeta. Famili terpenting
dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae
Cacing tanah
bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat
pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi
kehidupan dan kesejahteraan manusia.
2.
JENIS
Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh
manusia berasal dari famili
Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx,
Diplocardi dan Lidrillus.
Beberapa jenis
cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan
Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa
tumbuhan.
Cacing tanah
jenis Lumbricus mempunyai bentuk
tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang
terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang
lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa
menyamai atau melebihi jenis lain.
Cacing tanah
jenis Pheretima segmennya mencapai
95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna
merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung.
Cacing tanah
jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah
kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13
dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam pemeliharaannya
diperlukan perhatian yang lebih serius.
Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan
lebih dibanding kedua jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi
(penambahan berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”)
serta tidak banyak bergerak
3.
MANFAAT
Dalam bidang
pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan
struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh
tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi
mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga cacing tanah dapat
digunakan sebagai:
1) Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein,
lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok.
2) Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk
penyembuhan penyakit.
Secara
tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan
darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
3) Bahan Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk
digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.
4) Makanan Manusia
Cacing merupakan sumber
protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti
halnya daging sapi atau Ayam.
4.
PERSYARATAN LOKASI
1) Tanah sebagai media hidup
cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
2) Bahan-bahan organik tanah
dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan
hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena
lebih mudah dicerna oleh tubuhnya.
3) Untuk pertumbuhan yang
baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph
sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat
bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.
4) Kelembaban yang optimal
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30 %.
5) Suhu yang diperlukan untuk
pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar 15–25 derajat C
atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal
ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.
6) Lokasi pemeliharaan cacing
tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya serta tidak terkena
sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah
atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang
tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.
5.
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
5.1.
Penyiapan Sarana dan Peralatan
Pembuatan
kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti
bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat.
Salah satu
contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5
x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai
tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding
(bangunan terbuka).
Model-model sistem budidaya,
antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing
berjajar..
5.2.
Pembibitan
Persiapan yang
diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh,
menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.
1) Pemilihan Bibit Calon Induk
Sebaiknya dalam beternak
cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan
dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula
dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk
atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.
2) Pemeliharaan Bibit Calon Induk
Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:
a. pemeliharaan cacing tanah
sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih
yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5
m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah
dewasa.
b. pemeliharaan dimulai dengan
jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan
ke bak lain.
c. pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
d. pemeliharaan khusus kokon
sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.
e. Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.
3) Sistem Pemuliabiakan
Apabila media
pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat
segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada
tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi
sedikit. Beberapa bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati
apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk,
baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin
ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah).
Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing
tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok,
cacing akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus
segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram
dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening
(tidak berwarna hitam atau cokelat tua).
4) Reproduksi, Perkawinan
Cacing tanah
termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam
satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri.
Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon
yang berisi telur-telur.
Kokon berbentuk
lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan
di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon
akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing
dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai
dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum)
pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan
dihasilkan 1 kokon.
5.3.
Pemeliharaan
1) Pemberian Pakan
Cacing tanah
diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang
ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus
1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali
kotoran yang hanya dipakai sebagai media.
Hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain :
- pakan yang diberikan harus
dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender.
- bubur pakan ditaburkan rata
di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari
peti wadah tidak ditaburi pakan.
- pakan ditutup dengan
plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.
- pemberian pakan berikutnya,
apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang
diberikan dikurangi.
- bubur pakan yang akan
diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.
3) Penggantian Media
Media yang
sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur (kokon) harus diganti.
Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak dan induk dipisahkan dan
ditumbuhkan pada media baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka
waktu 2 Minggu.
4) Proses Kelahiran
Bahan untuk
media pembuatan sarang adalah: kotoran hewan, dedaunan/Buah-buahan, batang
pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur
kayu.
Bahan yang
tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali
kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk kembali. Bahan campuran
dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah
air secukupnya supaya tetap basah.
6.
HAMA DAN PENYAKIT
Keberhasilan beternak
cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing
tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang,
burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa,
lintah, kutu dan lain-lain.
Musuh yang juga
ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung
karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan
cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara disekitar
wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup.
7.
PANEN
Dalam beternak
cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu
biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing).
Panen cacing
dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan
alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah
sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas
media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya.
Ada cara panen
yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini
cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik
kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal.
Jika pada saat
panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan
pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu
itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke
wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen.
8.
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
Cacing tanah
merupakan komoditi ekspor yang belakangan ini mendapat respon yang besar dari
para petani ataupun pengusaha. Hal ini disebabkan karena besarnya permintaan
pasar internasional dan masih kurangnya produksi cacing tanah. Budidaya cacing
tanah dapat memberikan hasil yang besar dengan penanganan yang baik.
9.
DAFTAR PUSTAKA
1) Asep, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum' at, 2
Juli 1999).
2) Budiarti, Asiani,
Palungkun, Roni, Cacing Tanah
(Jakarta : Penebar Swadaya, 1992).
3) Endang, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah
(Bogor : Jum' at, 8 Juli 1999).
4) Hamzah, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah
(Bogor : Jum' at, 8 Juli 1999).
5) Hud, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah (Bogor : Jum' at, 8 Juli
1999).
6) Rudi, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah ( Bandung : Jum' at, 2 Juli
1999).
7) Sayuti, Fahri, Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah
(Bandung : Pusat
Latihan Dan Pengembangan, 1999).
8) Syaeful, Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah
(Bogor : Jum' at, 8 Juli 1999).
9) Waluyo,Neno, Wawancara dengan
Mahasiswa Peternak Cacing
Tanah
(Bogor : Kamis, 24 Juni l999).
Kantor
Depu
Posting Komentar